1. Latar Belakang Terbentuknya Paham Ahlussunnah
Waljama’ah
Menurut KH. Ahmad Siddiq, Ahlussunnah Waljamaah
adalah golongan pengikut setia pada As Sunnah dan Jamaah, yaitu ajaran Islam
yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah SAW. dan para sahabatnya. Sebagai
rujukan pendapat ini, adalah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh At Thabrani :
اِفْتَرَقَتِ الْيَهُوْدُ عَلٰى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً
وَافْتَرَقَتِ النَّصَرَى عَلٰى اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِيَنَ فِرْقَةً وَسَتَفْتَرِقُ
اُمَّتِى عَلٰى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَاحِدَةٌ مِنْهَا نَاجِيَةٌ
وَالْبَاقُوْنَ هَلْكَى قَالُوْا : وَمَا النَّاجِيَةُ يَارَسُوْلَ اللهِ قَالَ
اَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ, قَالوُا : وَمَا اَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ
قَالَ: مَا اَناَ عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَاَصْحَابِي (رواه الطبرانى)
“Kaum yahudi terpecah
menjadi 71 firqoh (pecahan) kaum nasrani menjadi 72 firqoh, sedangkan ummatku
terpecah menjadi 73 firqoh. Yang selamat di antara mereka satu, sedangkan
sisanya binasa. Sahabat bertanya : siapakah yang selamat itu ?, Nabi menjawab :
Ahlussunnah Wal jamaah. Sahabat bertanya lagi: Apakah Ahlussunnah Wal Jamaah
itu ?, Nabi menjawab : Apa yang aku perbuat hari ini dan sahabatku”. (H.R. Thabrani)
Hadits ini menjelaskan bahwa Aswaja dari dulu sudah menjadi ajaran
Rasulullah SAW, yaitu ajaran Islam itu sendiri, yang mana ajarannya pada saat
itu dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan, tidak ada
yang dipertentangkan.
Sesudah wafatnya Rasulullah SAW., barulah
terjadi perbedaan-perbedaan pendapat yang akhirnya munculnya firqah-firqah.[1]
Pada saat itu yang menjadi ukuran kebenaran bukanlah kemurnian ajaran Islam,
seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Dan para sahabatnya, akan tetapi
rasa egois dan fanatik yang berlebihan terhadap golongannya sendiri.
Setelah gangguan firqah-firqah itu membadai dan
berkecamuk, dirasakan perlunya predikat Ahlussunnah Wal Jamaah dipopulerkan
oleh kaum muslimin. Hal tersebut untuk mempertahankannya dari segala macam
gangguan yang ditimbulkan oleh aliran-aliran yang mengganggu dan mengajak umat
Islam kembali kepada Ahlussunnah Wal Jamaah.
Dengan demikian Ahlussunnah Wal Jamaah bukanlah
ajaran baru tetapi gerakan pemurnian ajaran Islam. Tokoh yang mempopulerkan
kembali Ahlussunnah Wal Jamaah adalah Imam Abu Hasan Al Asy`ari dan Imam Abu
Mansur Al Maturidi pada abad ke-3 Hijriyah.
Golongan Ahlussunnah Wal Jamaah ini dalam waktu
singkat berhasil menyebar ke seluruh dunia Islam dan berhasil menyisihkan
pengaruh golongan yang menyimpang dari ajaran Islam.
2. Prinsip-prinsip Ahlussunnah Waljama’ah
o
Prinsip Pertama: beriman kepada Allah para malaikat-Nya,
Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari Akhir dan Taqdir baik dan buruknya.
o
Prinsip kedua: iman itu perkataan, perbuatan, dan keyakinan yang
bisa bertambah dengan ketaatan dan bisa berkurang dengan kemaksiatan, maka iman
itu bukan hanya perkataan dan perbuatan tanpa.
o
Prinsip ketiga: Tidak mengkafirkan seseorang dari kaum muslimin
kecuali apabila dia melakukan perbuatan yang membatalkan keislamannya.
o
Prinsip keempat: Wajib taat kepada pemimpin kaum muslimin selama
mereka tidak memerintahkan untuk berbuat maksiat.
o
Prinsip Kelima:
Haramnya memberontak (Bughot)
terhadap pimpinan kaum muslimin apabila melakukan hal-hal yang menyimpang,
selama hal tersebut tidak termasuk amalan kufur.
o
Prinsip Keenam: Bersihnya hati dan mulut terhadap para sahabat Rasul (tidak berprasangka buruk dan
mencela para sahabat Rasul)
o
Prinsip Ketujuh : mencintai ahlul bait, Pada dasarnya ahlul bait itu
adalah saudara-saudara dekat Nabi dan yang dimaksudkan di sini khususnya adalah
yang shaleh di antara mereka. Sedang saudara-saudara dekat yang tidak shaleh,
seperti pamannya, Abu Lahab, maka mereka tidak memiliki hak.
o
Prinsip Kedelapan : membenarkan adanya karamah para wali, yaitu
apa-apa yang Allah perlihatkan melalui tangan-tangan sebagian mereka berupa
hal-hal yang luar biasa sebagai penghormatan kepada mereka.
o
Prinsip Kesembilan : mengikuti apa yang ada di Al
quran dan hadits secara lahir dan batin serta mengikuti apa yang dijalankan
oleh para sahabat.
3.
Metode Moderat yang
Digunakan dalam Ahlussunnah Waljama’ah
Menurut
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj
M.A, NU sebagai ormas terbesar menjadi kekuatan penting dalam berbangsa dan
bernegara. NU harus tetap
mempertahankan sikap moderat dalam arti tidak keras etapi juga tidak lemah.
Sebab keras akan dihantam, lemah kita akan diinjak-injak. Kalau NU atau Islam
Indonesia keras, Islam akan dimusuhi bahkan dihancurkan lawan. Tetapi jika umat
Islam lemah dalam hal ilmu, sumber daya manusia (SDM), teknologi, dan
sebagainya, juga akan diinjak-injak bangsa lain.
NU
sebagai ormas terbesar masih dianggap sebagai kekuatan penting dalam percaturan
kehidupan dunia dan sudah teruji dalam menjawab berbagai tantangan zaman.
Para pendiri NU sudah punya visi dan misi yang modern pada zaman itu. NU
dibentuk untuk mewujudkan ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathoniah dan ukhuwah
insaniah.
Ukhuwah
Islamiyah merupakan solidaritas ikatan persaudaraan. Sedangkan ukhuwah
wathoniah, merupakan persaudaraan yang dibangun atas dasar budaya,
tradisi, peradaban. Selain itu ada
ukhuwah insaniah yang menawarkan perdamaian kepada dunia internasional.
Prinsipnya penyelesaian konflik bukan dengan senjata tetapi lebih mengedepankan
dialog.
Kalau
hanya berhenti pada ukhuwah Islamiyah, NU akan menjadi eksklusif, [2] bahkan berubah menjadi radikal,
ekstrem. Begitu pun kalau hanya mengedepankan ukhuwah wathoniah saja, Islam
akan menjadi sekuler atau yang tidak peduli pada agama. Dengan ketiga hal
tersebut, NU menjadi kekuatan yang diperhitungkan dalam berbangsa dan
bernegara.
Firman Allah SWT. :
وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء عَلٰى النَّاسِ وَيَكُونَ
الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيداً
Dan demikianlah kami jadikan kamu
sekalian (umat Islam) umat pertengahan (adil dan pilihan) agar kamu menjadi
saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) manusia umumnya dan supaya
Allah SWT menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu
sekalian. (QS al-Baqarah: 143).
4.
Dasar Ahlussunnah Waljama’ah dalam Menentukan Nilai Suatu sikap
atau Perbedaan
Golongan Ahlussunnah wal Jama'ah juga mengamalkan
sikap tasamuh atau
toleransi, yakni menghargai perbedaan serta menghormati orang yang memiliki
prinsip hidup yang tidak sama. Namun bukan berarti mengakui atau membenarkan
keyakinan yang berbeda tersebut dalam meneguhkan apa yang diyakini. Firman
Allah SWT :
فَقُولَا لَهُ
قَوْلاً لَّيِّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
Maka berbicaralah kamu berdua (Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS)
kepadanya (Fir'aun) dengan kata-kata yang lemah lembut dan mudah-mudahan ia
ingat dan takut. (QS. Thaha: 44)
Ayat ini berbicara tentang perintah Allah SWT kepada Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS agar berkata dan bersikap baik kepada Fir'aun. Dakwah Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS kepada Fir'aun adalah menggunakan perkataan yang penuh belas kasih, lembut, mudah dan ramah. Hal itu dilakukan supaya lebih menyentuh hati, lebih dapat diterima dan lebih berfaedah".
Ayat ini berbicara tentang perintah Allah SWT kepada Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS agar berkata dan bersikap baik kepada Fir'aun. Dakwah Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS kepada Fir'aun adalah menggunakan perkataan yang penuh belas kasih, lembut, mudah dan ramah. Hal itu dilakukan supaya lebih menyentuh hati, lebih dapat diterima dan lebih berfaedah".
اللَّهُ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ
أَعْمَالُكُمْ لا حُجَّةَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ اللَّهُ يَجْمَعُ بَيْنَنَا
وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ (١٥)
Artinya :
" Allahlah Tuhan kami dan Tuhan kamu, bagi kami amal-amal kami, dan
bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu . Allah
mengumpulkan antara kita, dan kepada Allahlah kita kembali " (QS.
Asyura: 15)
Ayat di atas mengajarkan kepada kita bahwa dalam
kehidupan di dunia ini, sikap tasamuh atau toleran terhadap sesama merupakan
suatu keharusan. Sebab tanpa adanya sikap tasamuh tersebut, niscaya suatu
masyarakat akan dilanda malapetaka permusuhan dan perpecahan. Karena itu, Allah
SWT menghendaki hamba-Nya senantiasa bersikap tasamuh kepada siapapun, dan dari
pihak dan golongan manapun, sehingga dapat menjalin pergaulan dengan rukun dan
harmonis.
Terdapat beberapa penerapan Tasammuh, yaitu
sesama muslim, dan antar sesama umat beragama. Tasammuh sesama muslim biasanya
dihadapkan dengan masalah perbedaan pendapat dalam hukum Fiqh. Rasulullah SAW.
:
Perbedaan pendapat dari ummatku adalah rahmat (Al Hadits)
Sedangkan tasammuh antar umat beragama didasarkan pada ayat berikut ini :
وَلا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ
عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ كَذَلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ
إِلٰى رَبِّهِمْ مَرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya: "Dan janganlah kalian mencela orang-orang yang berdo'a
kepada selain Allah, yang menyebabkan mereka mencela Allah dengan permusuhan
dengan tanpa ilmu. Demikianlah Kami menghiasi untuk setiap umat amalan mereka,
lalu Dia mengabarkan kepada apa yang mereka lakukan". (QS.Al-An'am:108)
Toleransi pernah ditunjukkan dalam
sejarah Islam dengan adanya Piagam Madinah. Piagam ini adalah satu contoh
mengenai prinsip kemerdekaan beragama yang pernah dipraktekkan Nabi Muhamad SAW
di Madinah. Di antara butir-butir yang menegaskan toleransi beragama adalah
sikap saling menghormati di antara agama yang ada dan tidak saling menyakiti
serta saling melindungi anggota yang terikat dalam Piagam Madinah.