Saturday 28 September 2019

MENELUSURI REKAM JEJAK SANAD Al QUR`AN SELURUH ULAMA QUR`AN NUSANTARA ABAD 20


Semoga Nama kita yang pernah belajar al Qur'an  bermuara kepada Sanad beliau-beliau sampai kepada Baginda Rasulullah Saw., tetap menjadi Santri dan diakui santrinya beliau ilaa yaumil qiyamah,Allahumma Aamiiin....

Kalau kita menelusuri sanad dan Ijazah quran, baik yang ada di berbagai pondok tahfid salafiyah, maupun lembaga pendidikan quran bersanad, maka kita akan mendapati semuanya bermuara pada salah satu ulama berikut ini:

Jalur Pertama:
1. KH. Muhammad Munawwir Krapyak Jogja.

2. KH. Muhammad Munawwar Nur Sidayu Gresik

3. KH. Ahmad Badawi ar-Rosyid Kaliwungu.

  Ketiga ulama diatas belajar kepada Syekh Abdul Karim bin Umar al-Badri.

NB:Selain belajar pada Syekh Abdul Karim KH. Muhammad Munawwir juga belajar pada Syekh Yusuf Hajar. Untuk Qira'ah Sab'ah.

Perlu diketahui, jalur Kudus termasuk bagian dari jalur ini dimana pionernya adalah Romo KH. Muhammad Arwani Amin Kudus yang berguru pada KH. Munawwir Krapyak.

Pada perkembangan berikutnya jalur sanad ini terkenal dengan Aliran Kudus.

Jalur kedua:
1. KH. Azra'i Abdur Ro'uf Sumatera Utara

2. KH. Muhammad Junaid Sulaiman Sulawesi

  Kedua ulama ini berguru pada Syekh Ahmad Hijazi al-Faqih

3. KH. Muhammad Zaini bin Abdul Ghoni Al-Banjari Martapura Kalimantan Selatan

  Beliau belajar pd Syekh as-Sayyid Muhammad Amin al-Kutbi

4. KH. Muhammad Ashlah Syamil al-Bantani.

  Beliau belajar pada Syekh Muhammad Siroj al-Makky

5. KH. Dahlan Kholil Rejoso Peterongan Jombang

Beliau dan tiga guru ulama diatas yakni (Syekh Ahmad Hijazi dan as-Sayyid Muhammad Amin al-Kutbi serta Syekh Muhammad Siroj al-Makky berlajar pada Syekh Ahmad bin Hamid bin Abdur Rozaq at-Tiji al-Madani.

NB: Jalur dari sanad ini sangat banyak karena pada awal abad 20 para ulama indonesia selain menunaikan ibadah haji mereka juga belajar disana, dimana saat itu yg menjadi Syeihul Qurro Hijaz adalah Syekh Ahmad Hamid at-Tiji yang kemudian diteruskan oleh murid-muridnya.

 Menurut riwayat, beliau pernah singgah di Indonesia (Sumber: Sanad KH. Dahlan Kholil Rejoso).

Jalur ketiga:
1. Syekh Mahfud bin Abdullah at-Termasi

2. KH. Muhammad Makmun al-Bantani

Keduanya berguru kepada Syekh Muhammad Sarbini ad-Dimyati.

NB: Syekh Mahfudz At-Termasi jg belajar pada Syekh aS-Sayyid Muhammad bin Abdul Bari' bin Muhammad Amin al-Madani. (Maktubun fi Isnadi Termasi).

Jalur Keempat
1. KH. Muhammad Sa'id Ismail Al-Maduri yang belajar pada Syekh Abdul Hamid Mirdadi.

 Jalur sanad ini berbeda dengan jalur-jalur sebelumnya, karena para perawinya selain para qori' mereka jg muhadits, sehingga pada sanad ini ada jalur quran dan jalur hadits serta jalur sanad dari ilmu-ilmu syariat yangg lain.

Jalur Kelima
1. KH. Ahmad Muthohar Asy-Syamari yg belajar pada Syekh Muhammad Yasin bin Isa Al-Fandani.

Dan pada penghujung abad 20 yakni sekitar tahun 80 - 90an banyak ulama-ulama kita yang telah selesai belajar dari Timur Tengah mereka membawa cahaya baru dalam ilmu periwayatan al-Quran sehingga bertambah banyaklah jalur-jalur sanad Quran yang berkembang di indonesia.

  Diantara para ulama kita yang memiliki jalur sanad yang baru di antaranya:
1. KH. Muchsin Salim, beliau belajar pada Syekh Abdul Qodir Abdul Adhim al-Mishri

2. KH. Ahsin Sakho' Muhammad, beliau termasuk ulama Indonesia yg memiliki banyak guru quran dari masyayikh besar Timur Tengah

3. KH. Ahmad Fathoni, sebagaimana KH. Ahsin beliau juga belajar pada banyak masyayikh diantaranya : Syekh Abdul Fattah al-Qodhi.

4. KH. Ahmad Dzul Hilmi Ghozali, beliau belajar pada Syekh Abdul Ghoffar Abdul Fattah ad-Durubi

5. KH. Mudawi Ma'arif, beliau belajar pada Syekh Muhammad Toha Sukkar al-Husaini dan Syekh Mahir Hasan Munajjid.

6. KH. Sofyan Nur, mungkin diantara ulama di atas beliau paling banyak gurunya, baik dalam bidang Quran, Hadits maupun ilmu keislaman yg lain.

(Ummul Qurro 070719)

Wednesday 11 September 2019

WASILAH & TABARRUK



Istilah barokah mengandung makna yang bermacam-macam, yaitu: berkembang dan bertambah baik (an-namâ` wa az-ziyâdah)” atau “kebahagiaan hidup (as-sa’âdah). Sedangkan Tabarruk berarti mencari barokah/ berkah. Se­seorang bisa dikatakan mendapatkan barokah keti­ka ia mampu memperlihatkan tanda-tanda berupa peningkatan kualitas amal kebaikan, karena baro­kah itu sendiri adalah buah dari konsistensi dalam menjalankan amal sholeh.
“Mencari Barokah” atau bisa dikatakan “mencari kebaikan” maksudnya seseorang berharap kehidupannya akan menjadi baik dengan melakukan perbuatan tertentu. Perbuatan itu kedudukannya sebagai “wasîlah” atau perantara memohon kebaikan kepada Allah. Dengan melakukan suatu perbuatan atau istilahnya “Tabarrukan” maka Allah akan mendatangkan kebaikan kepada orang yang melakukannya. Pada intinya Tabarruk sama halnya dengan tawassul yakni sebagai salah satu cara memohon kepada Allah atau doa. Berikut ini salah satu Hadis yang menjelaskan tentang Tabarruk:
عَنْ زَارِعٍ وَكاَنَ فِي وَفْدِ عَبْدِ الْقَيْسِ قاَلَ لمَاَّ قَدِمْناَ الْمَدِنَةَ فَجَعَلْنَا نَتَباَدَرُ مِنْ رَوَاحِلِناَ فَنُقَبَلَ يَدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرِجْلَهُ (رواه ابو داود , ٤٥٤٨(
Artinya: “Dari Zari R. ketika beliau menjadi salah satu delegasi suku Abdil Qais, Beliau berkata,” Ketika Beliau berkata, Ketika sampai di Madinah, kami segera turun dari kendaraan kita, lalu kami mengecup tangan dan kaki Nabi Saw.” (HR.Abu Dawud :4548).
Atas dasar hadist ini, para ulama mensunahkan mencium tangan Guru,Ulama, orang soleh, serta orang-orang yang kita hormati. Kata Imam al-Nawawi dalam salah satu kitab karangannya menjelaskan bahwa mencium tangan orang salih dan ulama yang utama itu disunnahkan. Sedangkan mencium tangan selain itu hukumnya makruh.”
Di Hadis-Hadis yang lain disebutkan juga bentuk tabarruk dengan rambut nabi, pakaian nabi, cincin nabi dsb. Beberapa ulama pun juga menyampaikan pendapatnya tentang Tabarruk, diantaranya sebagai berikut:

1. Syeikh Ibnu Hajar menjelaskan dalam kitab­nya “Fatawa Kubro”, bahwa sunah muakkad hu­kumnya memuliakan tempat-tempat yang telah diketahui Rasulullah pernah berada di tempat tersebut. Begitu juga memuliakan tempat-tempat peninggalan ulama’ sholihin (orang-orang Sholeh).  

2.  Imam as-Subki datang berkunjung ke tem­pat Imam Nawawi. Namun rupanya Imam Nawawi sudah meninggal. Kemudian as-Subki datang ke tempat yang biasa digunakan oleh Imam Nawawi untuk mengajar. As-Subki menanyakan tempat duduk imam nawawi kemudian ditunjukkanlah ke­padanya, hingga as-Subki menciumi tempat yang biasa digunakan oleh Imam nawawi tersebut. 



UNGGULAN

6 LANGKAH UNTUK MEMBENTUK NILAI-NILAI ISLAM YANG CINTA DAMAI DI NUSANTARA

Bukanlah suatu problematika apabila umat islam menerapkan beberapa madzhab fiqh di Indonesia. Bukanlah masalah jika umat Islam menghadapi K...