Istilah barokah mengandung makna yang bermacam-macam, yaitu:
berkembang dan bertambah baik (an-namâ` wa az-ziyâdah)” atau
“kebahagiaan hidup (as-sa’âdah)”. Sedangkan Tabarruk berarti mencari barokah/ berkah. Seseorang
bisa dikatakan mendapatkan barokah ketika ia mampu memperlihatkan tanda-tanda
berupa peningkatan kualitas amal kebaikan, karena barokah itu sendiri adalah
buah dari konsistensi dalam menjalankan amal sholeh.
“Mencari Barokah” atau bisa
dikatakan “mencari kebaikan” maksudnya seseorang berharap kehidupannya akan
menjadi baik dengan melakukan perbuatan tertentu. Perbuatan itu kedudukannya
sebagai “wasîlah” atau perantara
memohon kebaikan kepada Allah. Dengan melakukan suatu perbuatan atau istilahnya
“Tabarrukan” maka Allah akan
mendatangkan kebaikan kepada orang yang melakukannya. Pada intinya Tabarruk
sama halnya dengan tawassul yakni sebagai salah satu cara memohon kepada Allah
atau doa. Berikut ini salah satu Hadis yang menjelaskan tentang Tabarruk:
عَنْ زَارِعٍ وَكاَنَ فِي وَفْدِ عَبْدِ الْقَيْسِ
قاَلَ لمَاَّ قَدِمْناَ الْمَدِنَةَ فَجَعَلْنَا نَتَباَدَرُ مِنْ رَوَاحِلِناَ
فَنُقَبَلَ يَدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرِجْلَهُ (رواه ابو
داود , ٤٥٤٨(
Artinya:
“Dari Zari R. ketika beliau menjadi salah satu delegasi suku Abdil Qais,
Beliau berkata,” Ketika Beliau berkata, Ketika sampai di Madinah, kami segera
turun dari kendaraan kita, lalu kami mengecup tangan dan kaki Nabi Saw.” (HR.Abu
Dawud :4548).
Atas dasar hadist ini, para ulama
mensunahkan mencium tangan Guru,Ulama, orang soleh, serta orang-orang yang kita
hormati. Kata Imam al-Nawawi dalam salah satu kitab karangannya menjelaskan
bahwa mencium tangan orang salih dan ulama yang utama itu disunnahkan.
Sedangkan mencium tangan selain itu hukumnya makruh.”
Di Hadis-Hadis yang lain
disebutkan juga bentuk tabarruk dengan rambut nabi, pakaian nabi, cincin nabi
dsb. Beberapa ulama pun juga menyampaikan pendapatnya tentang Tabarruk,
diantaranya sebagai berikut:
1. Syeikh Ibnu Hajar menjelaskan dalam kitabnya “Fatawa Kubro”, bahwa sunah muakkad hukumnya memuliakan tempat-tempat yang telah diketahui Rasulullah pernah berada di tempat tersebut. Begitu juga memuliakan tempat-tempat peninggalan ulama’ sholihin (orang-orang Sholeh).
2. Imam as-Subki datang berkunjung ke tempat Imam Nawawi. Namun rupanya Imam Nawawi sudah meninggal. Kemudian as-Subki datang ke tempat yang biasa digunakan oleh Imam Nawawi untuk mengajar. As-Subki menanyakan tempat duduk imam nawawi kemudian ditunjukkanlah kepadanya, hingga as-Subki menciumi tempat yang biasa digunakan oleh Imam nawawi tersebut.
1. Syeikh Ibnu Hajar menjelaskan dalam kitabnya “Fatawa Kubro”, bahwa sunah muakkad hukumnya memuliakan tempat-tempat yang telah diketahui Rasulullah pernah berada di tempat tersebut. Begitu juga memuliakan tempat-tempat peninggalan ulama’ sholihin (orang-orang Sholeh).
2. Imam as-Subki datang berkunjung ke tempat Imam Nawawi. Namun rupanya Imam Nawawi sudah meninggal. Kemudian as-Subki datang ke tempat yang biasa digunakan oleh Imam Nawawi untuk mengajar. As-Subki menanyakan tempat duduk imam nawawi kemudian ditunjukkanlah kepadanya, hingga as-Subki menciumi tempat yang biasa digunakan oleh Imam nawawi tersebut.