Saturday 28 September 2019

MENELUSURI REKAM JEJAK SANAD Al QUR`AN SELURUH ULAMA QUR`AN NUSANTARA ABAD 20


Semoga Nama kita yang pernah belajar al Qur'an  bermuara kepada Sanad beliau-beliau sampai kepada Baginda Rasulullah Saw., tetap menjadi Santri dan diakui santrinya beliau ilaa yaumil qiyamah,Allahumma Aamiiin....

Kalau kita menelusuri sanad dan Ijazah quran, baik yang ada di berbagai pondok tahfid salafiyah, maupun lembaga pendidikan quran bersanad, maka kita akan mendapati semuanya bermuara pada salah satu ulama berikut ini:

Jalur Pertama:
1. KH. Muhammad Munawwir Krapyak Jogja.

2. KH. Muhammad Munawwar Nur Sidayu Gresik

3. KH. Ahmad Badawi ar-Rosyid Kaliwungu.

  Ketiga ulama diatas belajar kepada Syekh Abdul Karim bin Umar al-Badri.

NB:Selain belajar pada Syekh Abdul Karim KH. Muhammad Munawwir juga belajar pada Syekh Yusuf Hajar. Untuk Qira'ah Sab'ah.

Perlu diketahui, jalur Kudus termasuk bagian dari jalur ini dimana pionernya adalah Romo KH. Muhammad Arwani Amin Kudus yang berguru pada KH. Munawwir Krapyak.

Pada perkembangan berikutnya jalur sanad ini terkenal dengan Aliran Kudus.

Jalur kedua:
1. KH. Azra'i Abdur Ro'uf Sumatera Utara

2. KH. Muhammad Junaid Sulaiman Sulawesi

  Kedua ulama ini berguru pada Syekh Ahmad Hijazi al-Faqih

3. KH. Muhammad Zaini bin Abdul Ghoni Al-Banjari Martapura Kalimantan Selatan

  Beliau belajar pd Syekh as-Sayyid Muhammad Amin al-Kutbi

4. KH. Muhammad Ashlah Syamil al-Bantani.

  Beliau belajar pada Syekh Muhammad Siroj al-Makky

5. KH. Dahlan Kholil Rejoso Peterongan Jombang

Beliau dan tiga guru ulama diatas yakni (Syekh Ahmad Hijazi dan as-Sayyid Muhammad Amin al-Kutbi serta Syekh Muhammad Siroj al-Makky berlajar pada Syekh Ahmad bin Hamid bin Abdur Rozaq at-Tiji al-Madani.

NB: Jalur dari sanad ini sangat banyak karena pada awal abad 20 para ulama indonesia selain menunaikan ibadah haji mereka juga belajar disana, dimana saat itu yg menjadi Syeihul Qurro Hijaz adalah Syekh Ahmad Hamid at-Tiji yang kemudian diteruskan oleh murid-muridnya.

 Menurut riwayat, beliau pernah singgah di Indonesia (Sumber: Sanad KH. Dahlan Kholil Rejoso).

Jalur ketiga:
1. Syekh Mahfud bin Abdullah at-Termasi

2. KH. Muhammad Makmun al-Bantani

Keduanya berguru kepada Syekh Muhammad Sarbini ad-Dimyati.

NB: Syekh Mahfudz At-Termasi jg belajar pada Syekh aS-Sayyid Muhammad bin Abdul Bari' bin Muhammad Amin al-Madani. (Maktubun fi Isnadi Termasi).

Jalur Keempat
1. KH. Muhammad Sa'id Ismail Al-Maduri yang belajar pada Syekh Abdul Hamid Mirdadi.

 Jalur sanad ini berbeda dengan jalur-jalur sebelumnya, karena para perawinya selain para qori' mereka jg muhadits, sehingga pada sanad ini ada jalur quran dan jalur hadits serta jalur sanad dari ilmu-ilmu syariat yangg lain.

Jalur Kelima
1. KH. Ahmad Muthohar Asy-Syamari yg belajar pada Syekh Muhammad Yasin bin Isa Al-Fandani.

Dan pada penghujung abad 20 yakni sekitar tahun 80 - 90an banyak ulama-ulama kita yang telah selesai belajar dari Timur Tengah mereka membawa cahaya baru dalam ilmu periwayatan al-Quran sehingga bertambah banyaklah jalur-jalur sanad Quran yang berkembang di indonesia.

  Diantara para ulama kita yang memiliki jalur sanad yang baru di antaranya:
1. KH. Muchsin Salim, beliau belajar pada Syekh Abdul Qodir Abdul Adhim al-Mishri

2. KH. Ahsin Sakho' Muhammad, beliau termasuk ulama Indonesia yg memiliki banyak guru quran dari masyayikh besar Timur Tengah

3. KH. Ahmad Fathoni, sebagaimana KH. Ahsin beliau juga belajar pada banyak masyayikh diantaranya : Syekh Abdul Fattah al-Qodhi.

4. KH. Ahmad Dzul Hilmi Ghozali, beliau belajar pada Syekh Abdul Ghoffar Abdul Fattah ad-Durubi

5. KH. Mudawi Ma'arif, beliau belajar pada Syekh Muhammad Toha Sukkar al-Husaini dan Syekh Mahir Hasan Munajjid.

6. KH. Sofyan Nur, mungkin diantara ulama di atas beliau paling banyak gurunya, baik dalam bidang Quran, Hadits maupun ilmu keislaman yg lain.

(Ummul Qurro 070719)

Wednesday 11 September 2019

WASILAH & TABARRUK



Istilah barokah mengandung makna yang bermacam-macam, yaitu: berkembang dan bertambah baik (an-namâ` wa az-ziyâdah)” atau “kebahagiaan hidup (as-sa’âdah). Sedangkan Tabarruk berarti mencari barokah/ berkah. Se­seorang bisa dikatakan mendapatkan barokah keti­ka ia mampu memperlihatkan tanda-tanda berupa peningkatan kualitas amal kebaikan, karena baro­kah itu sendiri adalah buah dari konsistensi dalam menjalankan amal sholeh.
“Mencari Barokah” atau bisa dikatakan “mencari kebaikan” maksudnya seseorang berharap kehidupannya akan menjadi baik dengan melakukan perbuatan tertentu. Perbuatan itu kedudukannya sebagai “wasîlah” atau perantara memohon kebaikan kepada Allah. Dengan melakukan suatu perbuatan atau istilahnya “Tabarrukan” maka Allah akan mendatangkan kebaikan kepada orang yang melakukannya. Pada intinya Tabarruk sama halnya dengan tawassul yakni sebagai salah satu cara memohon kepada Allah atau doa. Berikut ini salah satu Hadis yang menjelaskan tentang Tabarruk:
عَنْ زَارِعٍ وَكاَنَ فِي وَفْدِ عَبْدِ الْقَيْسِ قاَلَ لمَاَّ قَدِمْناَ الْمَدِنَةَ فَجَعَلْنَا نَتَباَدَرُ مِنْ رَوَاحِلِناَ فَنُقَبَلَ يَدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرِجْلَهُ (رواه ابو داود , ٤٥٤٨(
Artinya: “Dari Zari R. ketika beliau menjadi salah satu delegasi suku Abdil Qais, Beliau berkata,” Ketika Beliau berkata, Ketika sampai di Madinah, kami segera turun dari kendaraan kita, lalu kami mengecup tangan dan kaki Nabi Saw.” (HR.Abu Dawud :4548).
Atas dasar hadist ini, para ulama mensunahkan mencium tangan Guru,Ulama, orang soleh, serta orang-orang yang kita hormati. Kata Imam al-Nawawi dalam salah satu kitab karangannya menjelaskan bahwa mencium tangan orang salih dan ulama yang utama itu disunnahkan. Sedangkan mencium tangan selain itu hukumnya makruh.”
Di Hadis-Hadis yang lain disebutkan juga bentuk tabarruk dengan rambut nabi, pakaian nabi, cincin nabi dsb. Beberapa ulama pun juga menyampaikan pendapatnya tentang Tabarruk, diantaranya sebagai berikut:

1. Syeikh Ibnu Hajar menjelaskan dalam kitab­nya “Fatawa Kubro”, bahwa sunah muakkad hu­kumnya memuliakan tempat-tempat yang telah diketahui Rasulullah pernah berada di tempat tersebut. Begitu juga memuliakan tempat-tempat peninggalan ulama’ sholihin (orang-orang Sholeh).  

2.  Imam as-Subki datang berkunjung ke tem­pat Imam Nawawi. Namun rupanya Imam Nawawi sudah meninggal. Kemudian as-Subki datang ke tempat yang biasa digunakan oleh Imam Nawawi untuk mengajar. As-Subki menanyakan tempat duduk imam nawawi kemudian ditunjukkanlah ke­padanya, hingga as-Subki menciumi tempat yang biasa digunakan oleh Imam nawawi tersebut. 



Saturday 19 May 2018

PROBLEMATIKA JUMLAH RAKAAT SHALAT TARAWIH


1.   Pengertian Shalat Tarawih
Shalat Tarawih  (kadang-kadang disebut tarawih atau taraweh) adalah salat sunnat yang dilakukan khusus hanya pada bulan ramadan. Tarawih dalam bahasa Arab adalah bentuk jama’ dari تَرْوِيْحَةٌ yang diartikan sebagai "waktu sesaat untuk istirahat". Waktu pelaksanaan salat sunnat ini adalah selepas isya', biasanya dilakukan secara berjama'ah di masjid. Fakta menarik tentang salat ini ialah bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam hanya pernah melakukannya secara berjama'ah dalam 3 kali kesempatan.
Sahabat Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW shalat Tarawih di bulan Ramadhan sendirian sebanyak 20 Rakaat ditambah Witir. (HR Baihaqi dan Thabrani).
Ibnu Hajar menyatakan bahwa Rasulullah shalat bersama kaum muslimin sebanyak 20 rakaat di malam Ramadhan. Ketiga tiba di malam ketiga, orang-orang berkumpul, namun rasulullah tidak keluar. Kemudian paginya beliau bersabda :
خَشِيْتُ أَنْ تَفَرَّضَ عَلَيْكُمْ فَلَا تُطِيْقُونَهَا
Aku takut kalau-kalau tarawih diwajibkan atas kalian, kalian tidak akan mampu melaksanakannya.”
Disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam kemudian tidak melanjutkan pada malam-malam berikutnya karena takut hal itu akan menjadi diwajibkan kepada ummat muslim. Rasulullah pun tidak menentukan jumlah rakaat shalat tarawih.
Terdapat beberapa praktik tentang jumlah raka'at dan jumlah salam pada salat tarawih, diyakini pada masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam jumlah raka'atnya adalah 8 raka'at dengan dilanjutkan 3 raka'at witir. Dan pada zaman khalifah Umar menjadi 20 raka'at dilanjutkan dengan 3 raka'at witir. Perbedaan pendapat menyikapi boleh tidaknya jumlah raka'at yang mencapai bilangan 20 itu adalah pembicaraan klasik yang bahkan bertahan hingga saat ini. Sedangkan mengenai jumlah salam praktik umum adalah salam tiap dua raka'at Sehingga bila akan menunaikan tarawih dalam 8 raka'at maka formasinya adalah salam tiap dua raka'at dikerjakan empat kali, dan ditutup dengan witir tiga raka'at
2.    Perbedaan Jumlah Rakaat Shalat Tarawih
Untuk jumlah rakaat dalam shalat tarawih adalah 11 rakaat berdasarkan:
Hadits yang diriwayatkan dari Abu Salamah bin ‘Abdurrahman, beliau bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang sifat shalat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada bulan Ramadhan, beliau menjawab :
مَا كَانَ يَزِيْدُ فِيْ رَمَضَانَ وَلاَ فِيْ غَيْرِهِ عَلٰى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
Tidaklah (Rasulullah shallallahu alaihi wasallam) melebihkan (jumlah rakaat) pada bulan Ramadhan dan tidak pula pada selain bulan Ramadhan dari 11 rakaat.” (HR. Al-Imam Al-Bukhari)

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dalam hadits di atas mengisahkan tentang jumlah rakaat shalat malam Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang telah beliau saksikan sendiri yaitu 11 rakaat, baik di bulan Ramadhan atau bulan lainnya. “Beliaulah yang paling mengetahui tentang keadaan Nabi shallallahu alaihi wasallam di malam hari dari lainnya.”

Jika kita telaah hadits di atas, tidak disebutkan shalat apa yang dilakukan oleh Rasulullah. Sedangkan yang kita ketahui shalat di malam hari bulan ramadhan bukan hanya shalat terawih saja tetapi hajat, tahajud, witir. Di hadits tersebut dikatakan “selain bulan Ramadhan”. Berarti bukan shalat tarawih. Sehingga jumlah 11 rakaat untuk shalat tarawih berdasarkan hadits di atas tidak valid. Tetapi tidak ada larangan mengerjakan shalat tarawih 11 rakaat.
Bagi para ulama pendukung shalat Tarawih 20 raka’at+witir 3= 23, apa yang disebutkan oleh Aisyah bukanlah jumlah raka’at shalat Tarawih melainkan shalat malam (qiyamullail) yang dilakukan di dalam rumah beliau sendiri. Apalagi dalam riwayat yang lain, hadits itu secara tegas menyebutkan bahwa itu adalah jumlah raka’at shalat malam Nabi SAW., baik di dalam bulan Ramadhan dan juga di luar bulan Ramadhan.
 Ijtihad Umar bin Khaththab RA tidak mungkin mengada-ada tanpa ada dasar pijakan pendapat dari Rasulullah saw, karena para sahabat semuanya sepakat dan mengerjakan 20 raka’at.
Di samping itu, Rasulullah menegaskan bahwa Posisi Sahabat Nabi SAW sangat agung yang harus diikuti oleh umat Islam sebagaimana dalam Hadits Nabi SAW:
  فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ, وَسُنَّةِ الخُلَفَآءِ الرَّاشِدِيْنَ مِنْ بَعْدِيْ
 "Maka hendaklah kamu berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah al-Khulafa' al-Rasyidun sesudah aku ". (Musnad Ahmad bin Hanbal).
Ulama Syafi’iyah, di antaranya Imam Zainuddin bin Abdul ‘Aziz al Malibari dalam kitab Fathul Mu’in menyimpulkan bahwa shalat Tarawih hukumnya sunnah yang jumlahnya 20 raka’at:
 وَصَلاَةُ التَّرَاوِيْحِ سنة مُؤَكَّدَةٌ  وَهِيَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْماَتٍ فِيْ كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ لِخَبَرٍ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ   وَيَجِبُ التَّسْلِيْمُ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ ..................
 “Shalat Tarawih hukumnya sunnah, 20- raka’at dan 10 salam pada setiap malam di bulan Ramadlan. Karena ada hadits: Barangsiapa Melaksanakan (shalat Tarawih) di malam Ramadlan dengan iman dan mengharap pahala, maka dosanya yang terdahullu diampuni. Setiap dua raka’at harus salam ……..……”.
Pada kesimpulannya, bahwa pendapat yang unggul tentang jumlah raka’at shalat tarawih adalah 20 raka’at + raka’at witir jumlahnya 23 raka’at. Akan tetapi jika ada yang melaksanakan shalat tarawih 8 raka’at + 3 withir jumlahnya 11 raka’at tidak berarti menyalahi Islam.


3.    Tata Cara Shalat Tarawih dan Witir
Pelaksanaan shalat tarawih dilaksanakan sesudah shalat isya` di bulan ramadhan. Sedangkan witir bisa dilakukan di bulan ramadhan atau di luar bulan ramadhan. Untuk shalat tarawih yang 20 rakaat ataupun 8 rakaat dilakukan 2 kali rakaat 1 salam. Sehingga untuk 20 rakaat berarti 10 kali salam dan 8 rakaat 4 kali salam. Untuk shalat witir 3 rakaat dilakukan 2 kali salam, berarti 2 rakaat 1 salam dan 1 rakaat 1 salam.
Pelaksanaan Shalat tarawih dan witir sudah waktunya untuk tidak perlu diperdebatkan lagi karena ini adalah permasalahan khilafiyah perbedaan pendapat di kalangan ulama yang sama-sama memiliki dasar hukum yang dianggap kuat. Wallaahu A`lam !.

Wednesday 16 May 2018

6 LANGKAH UNTUK MEMBENTUK NILAI-NILAI ISLAM YANG CINTA DAMAI DI NUSANTARA

Bukanlah suatu problematika apabila umat islam menerapkan beberapa madzhab fiqh di Indonesia. Bukanlah masalah jika umat Islam menghadapi Khilafiyah. Bukan suatu yang bahaya apabila ada adat-istiadat budaya masyarakat yang tidak bisa ditinggalkan dan dipandang hal wajib di samping syariat. Semua itu dapatlah ditangani apabila Aswaja dijadikan alat untuk mendapatkan solusi. Begitu pula hidup berdampingan dengan warga Negara Indonesia yang non Muslim tidaklah jadi sesuatu penghalang hidup berdampingan bermasyarakat. Inilah Penerapan islam di Nusantara yang tentunya bernuansa Aswaja. Untuk menerapakan Ajaran Islam Aswaja di masyarakat dibutuhkan langkah-langkah yang mampu mendorong implementasi nilai-nilai Islam yaitu: tasammuh, tawassuth, ukhuwah dsb. di kalangan umat Islam dan non Islam di Nusantara.
Langkah Ke-1 untuk membentuk masyarakat yang beraneka ragam visi dan misinya agar tetap terwujud perdamaian adalah Tasammuh. Tasammuh adalah menghargai pendapat dan keyakinan orang lain meskipun ada perbedaan. Menghargai pendapat orang lain berarti ikut mendukung pendapat yang berbeda tanpa ada paksaan walaupun ikut atau tidak ikut dalam follow up nya. Sedangkan Menghargai keyakinan bukan ikut menyertakan diri dalam pelaksanaan keyakinan tersebut, melainkan hanyalah cukup menghormati pihak-pihak yang berbeda keyakinan pada ritual keagamaan dan tidak menghina atau melakukan sesuatu yang menyinggung perasaan mereka. Sikap Tasammuh inilah yang diterapkan oleh Nabi SAW. di Madinah dimana umat islam dikerumuni oleh kaum Nasrani, yahudi dan paganisme sehingga hidup damai tanpa ada baku hantam fisik antar sesama warga dalam pergaulan sosial di kota bernuansa Negara yang dipimpinnya. Interaksi komunikasi kemasyarakatan tetaplah berjalan jika diiringi dengan sikap saling menghormati perbedaan. Namun ada batasan, yaitu: penyampuran ajaran agama, ini pun juga tidak diterapkan dalam Islam Nusantara. Firman Allah Swt. dalam surat Al Kafirun
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ. لا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ .وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ .وَلا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ .وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ .لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ.
Artinya: “1. Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, 2. aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. 3. dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. 4. dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, 5. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. 6. untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."
Sikap Tasammuh ini juga perlu diterapkan dalam kehidupan sosial, berbangsa dan bernegara. Dari sinilah muncul ukhuwah atau persaudaraan yang juga perlu diterapkan untuk menunjang tasammuh.
Langkah ke-2 untuk membentuk masyarakat yang beraneka ragam visi dan misinya agar tetap terwujud perdamaian adalah Ukhuwah atau persaudaraan. Terdapat 3 macam ukhuwah, yaitu: ukhuwah Wathoniyah, Ukhuwah Islmaiyyah, Ukhuwah Insaniyah. Pertama: Ukhuwah Wathoniyah adalah persaudaraan antar bangsa. Sesama bangsa Indonesia adalah saudara meskipun ada perbedaan bahasa, suku,  dan budaya. Inilah yang bisa menjadikan warga Negara Indonesia bersama-sama cinta tanah air.  Kedua: Ukhuwah Islamiyyah yaitu persaudaraan antar sesama pemeluk Islam. Sesama muslim adalah saudara meskipun berbeda Madzhab dalam ubudiyah ataupun berbeda organisasi dalam mendakwahkan Islam. Inilah yang bisa menjadikan sesama muslim di Indonesia memahami khilafiyah bukanlah problematika. Ketiga: Ukhuwah Insaniyah yaitu persaudaraan antar sesama manusia. Sesama insan memiliki persaudaraan yang kuat baik laki-laki maupun perempuan. Sebagai insan unggul, umat Islam tetap menganggap non muslim adalah saudara. Inilah yang menjadikan kerukunan umat beragama di Indonesia. Di samping itu, ukhuwah insaniah juga menawarkan perdamaian kepada dunia internasional. Prinsipnya penyelesaian konflik bukan melalui senjata namun lebih mengedepankan dialog. Dengan berbagai macam perbedaan-perbedaan yang memotivasi terbentuknya ukhuwah-ukhuwah di atas tidaklah menjadi hal pemisah tetapi lebih pada saling mengenal. Inilah yang disinyalir dalam QS. Al-Hujurat: (43) 13:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.
         Langkah ke-3 untuk membentuk masyarakat yang beraneka ragam visi dan misinya agar tetap terwujud perdamaian adalah Tawassuth. Tawassuth adalah sikap mengambil jalan tengah, tidak keras dan tidak lemah. Tidak keras apabila menghadapi pihak yang berseberangan untuk menghindari terjadinya konflik peperangan fisik dan juga tidak lemah agar tidak diinjak-injak atau diremehkan dan dianggap kaum lemah oleh pihak yang berseberangan. Dalam jargon yang beredar di masyarakat Tawassuth ini diidentikkan dengan “Musuh janganlah dicari, jika ketemu musuh janganlah lari”. Tawassuth menjadi senjata strategis di nusantara dalam menghadapi konflik dengan antar sesama muslim ataupun dengan non muslim. Inilah perbedaan antara Indonesia dengan beberapa Negara di timur tengah dan Negara lainnya yang hanya mengandalkan penyelesaian secara fisik dalam menghadapi konflik. Firman Allah SWT. dalam surat al-Baqarah: 2 (143):
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء عَلٰى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيداً
Artinya: “Dan demikianlah kami jadikan kamu sekalian (umat Islam) umat pertengahan (adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) manusia umumnya dan supaya Allah SWT menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian. (QS al-Baqarah: 2 [143]).
Langkah ke-4 untuk membentuk masyarakat yang beraneka ragam visi dan misinya agar tetap terwujud perdamaian adalah I`tidal. Berlaku adil dan lurus di tengah-tengah kehidupan bersama. Dengan sikap dasar ini, Islam nusantara menjadi panutan yang bersikap dan bertindak lurus, selalu bersifat membangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat tatharruf (ekstrim). Adil berarti tidak berat sebelah, tidak membela salah satu pihak dari dua pihak yang membuat konflik. Penerapan i`tidal ini dihadapkan pada problematika yang melibatkan pihak-pihak yang bertikai dalam ranah sosial, keagamaan, kebangsaan atau kemanusiaan. Jika Islam nusantara sebagai pihak ketiga maka akan tetap lurus tidak membela yang menang ataupun yang kalah melainkan mencarikan jalan keluar dari problematika tersebut untuk mencari yang terbaik dan tidak merugikan kedua pihak. Dalam kancah internasional Indonesia yang hakikatnya berbekal islam nusantara pun turut andil dalam penyelesaian konflik antar Negara dengan sikap i`tidal ini, seperti: Negara non Blok, konflik palestina-Israel dan lain-lain. Dengan demikian, Islam Nusantara menginspirasikan sebuah peradaban dunia yang bermanfaat untuk kedamaian masyarakat internasional. Seruan berbuat adil ini sesuai dengan firman Allah :
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. (QS. An-Nahl: 16 [90] )
Langkah ke-5 untuk membentuk masyarakat yang beraneka ragam visi dan misinya agar tetap terwujud perdamaian adalah Amar Ma`ruf nahi Munkar.  Selalu memiliki perasaan yang peka untuk mendorong perbuatan baik, berguna dan bermanfaat untuk kehidupan bersama di masyarakat, serta menolak dan mencegah seluruh hal yang bisa merendahkan dan menjerumuskan nilai-nilai kehidupan. Sikap yang demikian inilah yang sangat berpengaruh pada “Khaira Ummah”, atau umat yang terbaik. Sebagaimana firman Allah:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ (١١٠)
Artinya: ”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. Ali-Imran : 3 [110])
Jika amar ma`ruf nahi munkar dilakukan di Nusantara niscaya akan memberikan keamanan kepada kaum muslimin pada khususnya dan seluruh umat manusia pada umumnya. Ada nilai-nilai kebaikan yang terpancar di kalangan masyarakat. Amar ma`ruf nahi munkar ini pun diberlakukan bukan dengan kekerasan. Pemberantasan kemungkaran bukan hanya dengan cara tunggal (kekerasan) melainkan disesuaikan dengan ruang lingkupnya. Jika terdapat kemungkaran dalam ideologi kebangsaan maka pencegahannya juga dengan penguatan ideologi kebangsaan. Kalau kemungkaran itu ada dalam moral maka diperkuatkanlah moralitas bangsa itu agar tidak dirusak kemungkaran. Apabila kemungkaran itu ditemukan dalam ajaran Islam maka diperkuatlah syariat Islam agar berjalan lurus. Inilah yang perlu dilestarikan di dunia internasional untuk mencegah prinsip menghadapi kemungkaran dilakukan dengan cara yang  ekstrim.
Langkah Ke-6 untuk membentuk masyarakat yang beraneka ragam visi dan misinya agar tetap terwujud perdamaian adalah Tawazun. Tawazun adalah sikap seimbang dalam berkhidmah. Menyerasikan sikap khidmah kepada Allah SWT, khidmah kepada sesama manusia serta kepada lingkungan hidupnya. Sebagai hamba Allah manusia wajib mengabdi beribadah kepada Allah Swt. Sang Maha Kuasa. Sebagai anggota sosial, manusia wajib memberikan pelayanan sosial kepada sesamanya. Begitu pula dalam mengemban amanat merawat lingkungan sekitarnya. Keseimbangan bertuhan dan bermasyarakat mendukung langkah-langkah sebelumnya. Tidaklah akan terlaksana sikap tawassuth, ukhuwah, tasammuh, i`tidal, dan amar ma`ruf nahi munkar apabila tanpa diiringi kesadaran bahwa kelima sikap itu adalah perintah Allah Swt. dan diperlukan untuk melayani sesama dalam bentuk interaksi positif. Pada intinya tawazun ini adalah tuntunan untuk berbuat baik kepada Allah (Hablumminallah) dan berbuat baik kepada sesama manusia (Hablumminannas) serta berbuat kepada makhluq lain yang dilakukan seimbang. sudah selayaknya sikap tawazun ini diterapkan khususnya di Negara-negara konflik untuk menghindari kekerasan dalam penyelasaian masalah karena dengan tawazun akan muncul keasadaran untuk menghormati sesama manusia.
Beberapa langkah-langkah yang diterapkan di masyarakat yang tidak lain adalah nilai-nilai Islam Nusantara akan menjamin bertahannya kedaulatan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dan terjaganya idelogi Pancasila. Terjaganya kedaulatan NKRI dan Ideologi pancasila juga didukung oleh model penerapan ajaran Islam, yang digerakkan oleh gerakan-gerakan Islam yang dalam hal ini adalah organisasi masyarakat Islam.  Nahdlatul Ulama sangat berpengaruh pada kedaulatan NKRI dan Pancasila karena gagasan Islam nusantara muncul di organisasi Islam terbesar di Indonesia bahkan di seluruh dunia ini. Menurut KH. Marzuki Mustamar, “Perbedaan Islam di Indonesia dan Islam di timur tengah adalah ormas islam. Di timur tengah tidak ada ormas Islam seperti Nahdlatul ulama”. Sebagaimana yang kita ketahui di timur tengah ada organisasi Islam namun mengarah pada Jihad bin nafsi alias perang fisik atau senjata melawan pihak yang dianggap berlawanan. Fokus visi dan misi lebih mengarah pada bela agama melalui Jihad fi sabilillah dalam arti berperang di jalan Allah untuk mengalahkan pihak yang berlawanan.  Ada yang benar-benar positif visi dan misinya dan ada pula yang negatif. Meskipun demikian, hasil yang didapatkan pastilah sedikit prosentasenya untuk mendapat perdamaian karena satu-satunya penyelesaian masalah tetap mengutamakan perang fisik dan bukan dengan diplomasi. Bahkan terdapat golongan yang mengatasnamakan syariat Islam harus ditegakkan dengan satu khalifah/pemimpin/presiden di seluruh dunia dan ujung-ujungnya membingungkan dan meresahkan masyarakat sebab mereka adalah golongan yang mudah menuduh bid`ah, syirik, kafir kepada orang-orang  di luar golongannya.
Gagasan Islam Nusantara ini merupakan cara untuk menerapkan Islam garis tengah dalam menjawab permasalahan golongan islam yang berseberangan di Indonesia, membentengi masuknya paham transnasional dan sebagai kiblat rujukan Peradaban Islam di dunia. Meskipun demikian, Gagasan Islam Nusantara yang pada hakikatnya sudah diamalkan oleh Wali Songo ini memunculkan banyak reaksi dan tanggapan dari pelbagai kalangan tokoh dan masyarakat khususnya para ulama yang memiliki misi dakwah Islam. Banyak yang menafsirkan bahwa islam nusantara adalah sesat, percampuran adat syariat, agama Islam baru dan banyak tuduhan-tuduhan lain yang bersifat kontroversial. Ada pula yang sepakat dengan gagasan Islam Nusantara. Beberapa ulama dari beberapa Negara yang dilanda konflik internal telah datang ke indonesia untuk mempelajari Islam Nusantara. Indonesia telah dijadikan rujukan Negara berpenduduk muslim terbesar di dunia yang hidup penuh dengan kedamaian dengan sesama warga Negara maupun dengan warga Negara lain. Islam Nusantara dapat dijadikan inspirasi peradaban dunia. Peradaban ini dijadikan sebagai proses menuju hidup yang penuh kedamaian tanpa kekerasan, sejahtera di tengah-tengah perbedaan, dan keamanan hidup berbangsa dan bernegara. NKRI harga mati dan tegak berdiri akan terwujud di tengah-tengah Islam yang berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah. Islam Ahlussunnah wal Jamaah merupakan Islam yang diberlakukan dan berkembang di Nusantara.

UNGGULAN

6 LANGKAH UNTUK MEMBENTUK NILAI-NILAI ISLAM YANG CINTA DAMAI DI NUSANTARA

Bukanlah suatu problematika apabila umat islam menerapkan beberapa madzhab fiqh di Indonesia. Bukanlah masalah jika umat Islam menghadapi K...