Bukanlah suatu problematika apabila
umat islam menerapkan beberapa madzhab fiqh di Indonesia. Bukanlah masalah jika
umat Islam menghadapi Khilafiyah. Bukan suatu yang bahaya apabila ada
adat-istiadat budaya masyarakat yang tidak bisa ditinggalkan dan dipandang hal
wajib di samping syariat. Semua itu dapatlah ditangani apabila Aswaja dijadikan
alat untuk mendapatkan solusi. Begitu pula hidup berdampingan dengan warga
Negara Indonesia yang non Muslim tidaklah jadi sesuatu penghalang hidup
berdampingan bermasyarakat. Inilah Penerapan islam di Nusantara yang tentunya
bernuansa Aswaja. Untuk menerapakan Ajaran Islam Aswaja di masyarakat dibutuhkan
langkah-langkah yang mampu mendorong implementasi nilai-nilai Islam yaitu:
tasammuh, tawassuth, ukhuwah dsb. di kalangan umat Islam dan non Islam di
Nusantara.
Langkah Ke-1 untuk membentuk masyarakat yang beraneka ragam visi dan misinya agar
tetap terwujud perdamaian adalah Tasammuh. Tasammuh adalah menghargai pendapat
dan keyakinan orang lain meskipun ada perbedaan. Menghargai pendapat orang lain
berarti ikut mendukung pendapat yang berbeda tanpa ada paksaan walaupun ikut
atau tidak ikut dalam follow up nya. Sedangkan Menghargai keyakinan bukan ikut
menyertakan diri dalam pelaksanaan keyakinan tersebut, melainkan hanyalah cukup
menghormati pihak-pihak yang berbeda keyakinan pada ritual keagamaan dan tidak
menghina atau melakukan sesuatu yang menyinggung perasaan mereka. Sikap
Tasammuh inilah yang diterapkan oleh Nabi SAW. di Madinah dimana umat islam
dikerumuni oleh kaum Nasrani, yahudi dan paganisme sehingga hidup damai tanpa
ada baku hantam fisik antar sesama warga dalam pergaulan sosial di kota
bernuansa Negara yang dipimpinnya. Interaksi komunikasi kemasyarakatan tetaplah
berjalan jika diiringi dengan sikap saling menghormati perbedaan. Namun ada
batasan, yaitu: penyampuran ajaran agama, ini pun juga tidak diterapkan dalam
Islam Nusantara. Firman Allah Swt. dalam surat Al Kafirun
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ. لا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ .وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ .وَلا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ .وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ .لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ.
Artinya: “1. Katakanlah: "Hai orang-orang
kafir, 2. aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. 3. dan kamu bukan
penyembah Tuhan yang aku sembah. 4. dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa
yang kamu sembah, 5. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang
aku sembah. 6. untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."
Sikap Tasammuh
ini juga perlu diterapkan dalam kehidupan sosial, berbangsa dan bernegara. Dari
sinilah muncul ukhuwah atau persaudaraan yang juga perlu diterapkan untuk
menunjang tasammuh.
Langkah
ke-2 untuk membentuk masyarakat yang beraneka ragam visi dan misinya agar
tetap terwujud perdamaian adalah Ukhuwah atau persaudaraan. Terdapat 3 macam
ukhuwah, yaitu: ukhuwah Wathoniyah, Ukhuwah Islmaiyyah, Ukhuwah Insaniyah. Pertama:
Ukhuwah Wathoniyah adalah persaudaraan antar bangsa. Sesama bangsa Indonesia
adalah saudara meskipun ada perbedaan bahasa, suku, dan budaya. Inilah yang bisa menjadikan warga
Negara Indonesia bersama-sama cinta tanah air. Kedua: Ukhuwah Islamiyyah yaitu
persaudaraan antar sesama pemeluk Islam. Sesama muslim adalah saudara meskipun
berbeda Madzhab dalam ubudiyah ataupun berbeda organisasi dalam mendakwahkan
Islam. Inilah yang bisa menjadikan sesama muslim di Indonesia memahami khilafiyah
bukanlah problematika. Ketiga: Ukhuwah Insaniyah yaitu persaudaraan
antar sesama manusia. Sesama insan memiliki persaudaraan yang kuat baik
laki-laki maupun perempuan. Sebagai insan unggul, umat Islam tetap menganggap
non muslim adalah saudara. Inilah yang menjadikan kerukunan umat beragama di
Indonesia. Di samping itu, ukhuwah insaniah juga
menawarkan perdamaian kepada dunia internasional. Prinsipnya penyelesaian
konflik bukan melalui senjata namun lebih mengedepankan dialog. Dengan berbagai
macam perbedaan-perbedaan yang memotivasi terbentuknya ukhuwah-ukhuwah di atas
tidaklah menjadi hal pemisah tetapi lebih pada saling mengenal. Inilah yang
disinyalir dalam QS. Al-Hujurat: (43) 13:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal”.
Langkah ke-3
untuk membentuk masyarakat yang beraneka ragam visi dan misinya agar tetap
terwujud perdamaian adalah Tawassuth. Tawassuth adalah sikap mengambil jalan
tengah, tidak keras dan tidak lemah. Tidak keras apabila menghadapi pihak yang
berseberangan untuk menghindari terjadinya konflik peperangan fisik dan juga
tidak lemah agar tidak diinjak-injak atau diremehkan dan dianggap kaum lemah
oleh pihak yang berseberangan. Dalam jargon yang beredar di masyarakat
Tawassuth ini diidentikkan dengan “Musuh janganlah dicari, jika ketemu musuh
janganlah lari”. Tawassuth menjadi senjata strategis di nusantara dalam
menghadapi konflik dengan antar sesama muslim ataupun dengan non muslim. Inilah
perbedaan antara Indonesia dengan beberapa Negara di timur tengah dan Negara
lainnya yang hanya mengandalkan penyelesaian secara fisik dalam menghadapi
konflik. Firman Allah SWT. dalam surat
al-Baqarah: 2 (143):
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء عَلٰى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيداً
Artinya: “Dan demikianlah kami jadikan kamu sekalian
(umat Islam) umat pertengahan (adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi
(ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) manusia umumnya dan supaya Allah
SWT menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian. (QS al-Baqarah: 2 [143]).
Langkah ke-4 untuk membentuk
masyarakat yang beraneka ragam visi dan misinya agar tetap terwujud perdamaian
adalah I`tidal. Berlaku adil dan lurus di
tengah-tengah kehidupan bersama. Dengan sikap dasar ini, Islam nusantara
menjadi panutan yang bersikap dan bertindak lurus, selalu bersifat membangun
serta menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat tatharruf (ekstrim).
Adil berarti tidak berat sebelah, tidak membela salah satu pihak dari dua
pihak yang membuat konflik. Penerapan i`tidal ini dihadapkan pada problematika
yang melibatkan pihak-pihak yang bertikai dalam ranah sosial, keagamaan,
kebangsaan atau kemanusiaan. Jika Islam nusantara sebagai pihak ketiga maka
akan tetap lurus tidak membela yang menang ataupun yang kalah melainkan
mencarikan jalan keluar dari problematika tersebut untuk mencari yang terbaik
dan tidak merugikan kedua pihak. Dalam kancah internasional Indonesia yang hakikatnya
berbekal islam nusantara pun turut andil dalam penyelesaian konflik antar Negara
dengan sikap i`tidal ini, seperti: Negara non Blok, konflik palestina-Israel
dan lain-lain. Dengan demikian, Islam Nusantara menginspirasikan sebuah
peradaban dunia yang bermanfaat untuk kedamaian masyarakat internasional.
Seruan berbuat adil ini sesuai dengan firman Allah :
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh
(kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan
Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. (QS. An-Nahl: 16
[90] )
Langkah
ke-5 untuk membentuk masyarakat yang beraneka ragam visi dan misinya agar
tetap terwujud perdamaian adalah Amar Ma`ruf nahi Munkar. Selalu memiliki perasaan
yang peka untuk mendorong perbuatan baik, berguna dan bermanfaat untuk
kehidupan bersama di masyarakat, serta menolak dan mencegah seluruh hal yang bisa
merendahkan dan menjerumuskan nilai-nilai kehidupan. Sikap yang demikian inilah
yang sangat berpengaruh pada “Khaira Ummah”, atau umat
yang terbaik. Sebagaimana firman Allah:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ (١١٠)
Artinya: ”Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu
lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. Ali-Imran : 3 [110])
Jika
amar ma`ruf nahi munkar dilakukan di Nusantara niscaya akan memberikan keamanan
kepada kaum muslimin pada khususnya dan seluruh umat manusia pada umumnya. Ada
nilai-nilai kebaikan yang terpancar di kalangan masyarakat. Amar ma`ruf nahi
munkar ini pun diberlakukan bukan dengan kekerasan. Pemberantasan kemungkaran
bukan hanya dengan cara tunggal (kekerasan) melainkan disesuaikan dengan ruang
lingkupnya. Jika terdapat kemungkaran dalam ideologi kebangsaan maka
pencegahannya juga dengan penguatan ideologi kebangsaan. Kalau kemungkaran itu
ada dalam moral maka diperkuatkanlah moralitas bangsa itu agar tidak dirusak
kemungkaran. Apabila kemungkaran itu ditemukan dalam ajaran Islam maka diperkuatlah
syariat Islam agar berjalan lurus. Inilah yang perlu dilestarikan di dunia
internasional untuk mencegah prinsip menghadapi kemungkaran dilakukan dengan
cara yang ekstrim.
Langkah
Ke-6 untuk membentuk masyarakat yang beraneka ragam visi dan misinya agar
tetap terwujud perdamaian adalah Tawazun. Tawazun adalah sikap seimbang dalam berkhidmah. Menyerasikan sikap khidmah
kepada Allah SWT, khidmah kepada sesama manusia serta kepada lingkungan
hidupnya. Sebagai hamba Allah manusia wajib mengabdi beribadah kepada Allah
Swt. Sang Maha Kuasa. Sebagai anggota sosial, manusia wajib memberikan
pelayanan sosial kepada sesamanya. Begitu pula dalam mengemban amanat merawat
lingkungan sekitarnya. Keseimbangan bertuhan dan bermasyarakat mendukung
langkah-langkah sebelumnya. Tidaklah akan terlaksana sikap tawassuth, ukhuwah,
tasammuh, i`tidal, dan amar ma`ruf nahi munkar apabila tanpa diiringi kesadaran
bahwa kelima sikap itu adalah perintah Allah Swt. dan diperlukan untuk melayani
sesama dalam bentuk interaksi positif. Pada intinya tawazun ini adalah tuntunan
untuk berbuat baik kepada Allah (Hablumminallah) dan berbuat baik kepada sesama
manusia (Hablumminannas) serta berbuat kepada makhluq lain yang dilakukan
seimbang. sudah selayaknya sikap tawazun ini diterapkan khususnya di
Negara-negara konflik untuk menghindari kekerasan dalam penyelasaian masalah
karena dengan tawazun akan muncul keasadaran untuk menghormati sesama manusia.
Beberapa
langkah-langkah yang diterapkan di masyarakat yang tidak lain adalah nilai-nilai
Islam Nusantara akan menjamin bertahannya kedaulatan NKRI (Negara Kesatuan
Republik Indonesia) dan terjaganya idelogi Pancasila. Terjaganya kedaulatan
NKRI dan Ideologi pancasila juga didukung oleh model penerapan ajaran Islam,
yang digerakkan oleh gerakan-gerakan Islam yang dalam hal ini adalah organisasi
masyarakat Islam. Nahdlatul Ulama sangat
berpengaruh pada kedaulatan NKRI dan Pancasila karena gagasan Islam nusantara
muncul di organisasi Islam terbesar di Indonesia bahkan di seluruh dunia ini.
Menurut KH. Marzuki Mustamar, “Perbedaan Islam di Indonesia dan Islam di timur
tengah adalah ormas islam. Di timur tengah tidak ada ormas Islam seperti
Nahdlatul ulama”. Sebagaimana yang kita ketahui di timur tengah ada organisasi
Islam namun mengarah pada Jihad bin nafsi alias perang fisik atau senjata melawan
pihak yang dianggap berlawanan. Fokus visi dan misi lebih mengarah pada bela
agama melalui Jihad fi sabilillah dalam arti berperang di jalan Allah untuk
mengalahkan pihak yang berlawanan. Ada
yang benar-benar positif visi dan misinya dan ada pula yang negatif. Meskipun
demikian, hasil yang didapatkan pastilah sedikit prosentasenya untuk mendapat perdamaian
karena satu-satunya penyelesaian masalah tetap mengutamakan perang fisik dan
bukan dengan diplomasi. Bahkan terdapat golongan yang mengatasnamakan syariat Islam
harus ditegakkan dengan satu khalifah/pemimpin/presiden di seluruh dunia dan
ujung-ujungnya membingungkan dan meresahkan masyarakat sebab mereka adalah
golongan yang mudah menuduh bid`ah, syirik, kafir kepada orang-orang di luar golongannya.
Gagasan
Islam Nusantara ini merupakan cara untuk menerapkan Islam garis tengah dalam
menjawab permasalahan golongan islam yang berseberangan di Indonesia,
membentengi masuknya paham transnasional dan sebagai kiblat rujukan Peradaban
Islam di dunia. Meskipun demikian, Gagasan Islam Nusantara yang pada hakikatnya
sudah diamalkan oleh Wali Songo ini memunculkan banyak reaksi dan tanggapan
dari pelbagai kalangan tokoh dan masyarakat khususnya para ulama yang memiliki
misi dakwah Islam. Banyak yang menafsirkan bahwa islam nusantara adalah sesat,
percampuran adat syariat, agama Islam baru dan banyak tuduhan-tuduhan lain yang
bersifat kontroversial. Ada pula yang sepakat dengan gagasan Islam Nusantara.
Beberapa ulama dari beberapa Negara yang dilanda konflik internal telah datang
ke indonesia untuk mempelajari Islam Nusantara. Indonesia telah dijadikan rujukan
Negara berpenduduk muslim terbesar di dunia yang hidup penuh dengan kedamaian
dengan sesama warga Negara maupun dengan warga Negara lain. Islam Nusantara
dapat dijadikan inspirasi peradaban dunia. Peradaban ini dijadikan sebagai
proses menuju hidup yang penuh kedamaian tanpa kekerasan, sejahtera di tengah-tengah
perbedaan, dan keamanan hidup berbangsa dan bernegara. NKRI harga mati dan tegak
berdiri akan terwujud di tengah-tengah Islam yang berhaluan Ahlussunnah wal
Jamaah. Islam Ahlussunnah wal Jamaah merupakan Islam yang diberlakukan dan
berkembang di Nusantara.