Tuesday 24 February 2015

AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH


1.      Latar Belakang Terbentuknya Paham Ahlussunnah Waljama’ah
Menurut KH. Ahmad Siddiq, Ahlussunnah Waljamaah adalah golongan pengikut setia pada As Sunnah dan Jamaah, yaitu ajaran Islam yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah SAW. dan para sahabatnya. Sebagai rujukan pendapat ini, adalah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh At Thabrani :
اِفْتَرَقَتِ الْيَهُوْدُ عَلٰى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَافْتَرَقَتِ النَّصَرَى عَلٰى اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِيَنَ فِرْقَةً وَسَتَفْتَرِقُ اُمَّتِى عَلٰى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَاحِدَةٌ مِنْهَا نَاجِيَةٌ وَالْبَاقُوْنَ هَلْكَى قَالُوْا : وَمَا النَّاجِيَةُ يَارَسُوْلَ اللهِ قَالَ اَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ, قَالوُا : وَمَا اَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ قَالَ: مَا اَناَ عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَاَصْحَابِي (رواه الطبرانى)

“Kaum yahudi terpecah menjadi 71 firqoh (pecahan) kaum nasrani menjadi 72 firqoh, sedangkan ummatku terpecah menjadi 73 firqoh. Yang selamat di antara mereka satu, sedangkan sisanya binasa. Sahabat bertanya : siapakah yang selamat itu ?, Nabi menjawab : Ahlussunnah Wal jamaah. Sahabat bertanya lagi: Apakah Ahlussunnah Wal Jamaah itu ?, Nabi menjawab : Apa yang aku perbuat hari ini dan sahabatku”. (H.R. Thabrani)
Hadits ini menjelaskan bahwa Aswaja dari dulu sudah menjadi ajaran Rasulullah SAW, yaitu ajaran Islam itu sendiri, yang mana ajarannya pada saat itu dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan, tidak ada yang dipertentangkan.
Sesudah wafatnya Rasulullah SAW., barulah terjadi perbedaan-perbedaan pendapat yang akhirnya munculnya firqah-firqah.[1] Pada saat itu yang menjadi ukuran kebenaran bukanlah kemurnian ajaran Islam, seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Dan para sahabatnya, akan tetapi rasa egois dan fanatik yang berlebihan terhadap golongannya sendiri.
Setelah gangguan firqah-firqah itu membadai dan berkecamuk, dirasakan perlunya predikat Ahlussunnah Wal Jamaah dipopulerkan oleh kaum muslimin. Hal tersebut untuk mempertahankannya dari segala macam gangguan yang ditimbulkan oleh aliran-aliran yang mengganggu dan mengajak umat Islam kembali kepada Ahlussunnah Wal Jamaah.
Dengan demikian Ahlussunnah Wal Jamaah bukanlah ajaran baru tetapi gerakan pemurnian ajaran Islam. Tokoh yang mempopulerkan kembali Ahlussunnah Wal Jamaah adalah Imam Abu Hasan Al Asy`ari dan Imam Abu Mansur Al Maturidi pada abad ke-3 Hijriyah.
Golongan Ahlussunnah Wal Jamaah ini dalam waktu singkat berhasil menyebar ke seluruh dunia Islam dan berhasil menyisihkan pengaruh golongan yang menyimpang dari ajaran Islam.
2.   Prinsip-prinsip Ahlussunnah Waljama’ah
o  Prinsip Pertama: beriman kepada Allah para malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari Akhir dan Taqdir baik dan buruknya.
o  Prinsip kedua: iman itu perkataan, perbuatan, dan keyakinan yang bisa bertambah dengan ketaatan dan bisa berkurang dengan kemaksiatan, maka iman itu bukan hanya perkataan dan perbuatan tanpa.
o  Prinsip ketiga: Tidak mengkafirkan seseorang dari kaum muslimin kecuali apabila dia melakukan perbuatan yang membatalkan keislamannya.
o  Prinsip keempat: Wajib taat kepada pemimpin kaum muslimin selama mereka tidak memerintahkan untuk berbuat maksiat.
o  Prinsip Kelima: Haramnya memberontak (Bughot) terhadap pimpinan kaum muslimin apabila melakukan hal-hal yang menyimpang, selama hal tersebut tidak termasuk amalan kufur.
o  Prinsip Keenam: Bersihnya hati dan mulut  terhadap para sahabat Rasul (tidak berprasangka buruk dan mencela para sahabat Rasul)
o  Prinsip Ketujuh : mencintai ahlul bait, Pada dasarnya ahlul bait itu adalah saudara-saudara dekat Nabi dan yang dimaksudkan di sini khususnya adalah yang shaleh di antara mereka. Sedang saudara-saudara dekat yang tidak shaleh, seperti pamannya, Abu Lahab, maka mereka tidak memiliki hak.
o  Prinsip Kedelapan : membenarkan adanya karamah para wali, yaitu apa-apa yang Allah perlihatkan melalui tangan-tangan sebagian mereka berupa hal-hal yang luar biasa sebagai penghormatan kepada mereka.
o  Prinsip Kesembilan : mengikuti apa yang ada di Al quran dan hadits secara lahir dan batin serta mengikuti apa yang dijalankan oleh para sahabat.

3.   Metode  Moderat yang Digunakan dalam Ahlussunnah Waljama’ah
Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj M.A, NU sebagai ormas terbesar menjadi kekuatan penting dalam berbangsa dan bernegara. NU harus tetap mempertahankan sikap moderat dalam arti tidak keras etapi juga tidak lemah. Sebab keras akan dihantam, lemah kita akan diinjak-injak. Kalau NU atau Islam Indonesia keras, Islam akan dimusuhi bahkan dihancurkan lawan. Tetapi jika umat Islam lemah dalam hal ilmu, sumber daya manusia (SDM), teknologi, dan sebagainya, juga akan diinjak-injak bangsa lain.
NU sebagai ormas terbesar masih dianggap sebagai kekuatan penting dalam percaturan kehidupan dunia dan sudah teruji dalam menjawab berbagai tantangan zaman.  Para pendiri NU sudah punya visi dan misi yang modern pada zaman itu. NU dibentuk untuk mewujudkan ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathoniah dan ukhuwah insaniah.
Ukhuwah Islamiyah merupakan solidaritas ikatan persaudaraan. Sedangkan ukhuwah wathoniah, merupakan persaudaraan yang dibangun atas dasar budaya, tradisi,  peradaban. Selain itu ada ukhuwah insaniah yang menawarkan perdamaian kepada dunia internasional. Prinsipnya penyelesaian konflik bukan dengan senjata tetapi lebih mengedepankan dialog.
Kalau hanya berhenti pada ukhuwah Islamiyah, NU akan menjadi eksklusif, [2] bahkan berubah menjadi radikal, ekstrem. Begitu pun kalau hanya mengedepankan ukhuwah wathoniah saja, Islam akan menjadi sekuler atau yang tidak peduli pada agama. Dengan ketiga hal tersebut, NU menjadi kekuatan yang diperhitungkan dalam berbangsa dan bernegara.
Firman Allah SWT. :

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء عَلٰى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيداً
Dan demikianlah kami jadikan kamu sekalian (umat Islam) umat pertengahan (adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) manusia umumnya dan supaya Allah SWT menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian. (QS al-Baqarah: 143).

4.      Dasar Ahlussunnah Waljama’ah dalam Menentukan Nilai Suatu sikap atau Perbedaan

 Golongan Ahlussunnah wal Jama'ah juga mengamalkan sikap tasamuh atau toleransi, yakni menghargai perbedaan serta menghormati orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Namun bukan berarti mengakui atau membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam meneguhkan apa yang diyakini. Firman Allah SWT :
فَقُولَا لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
Maka berbicaralah kamu berdua (Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS) kepadanya (Fir'aun) dengan kata-kata yang lemah lembut dan mudah-mudahan ia ingat dan takut. (QS. Thaha: 44)

Ayat ini berbicara tentang perintah Allah SWT kepada Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS agar berkata dan bersikap baik kepada Fir'aun. Dakwah Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS kepada Fir'aun adalah menggunakan perkataan yang penuh belas kasih, lembut, mudah dan ramah. Hal itu dilakukan supaya lebih menyentuh hati, lebih dapat diterima dan lebih berfaedah".

اللَّهُ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ لا حُجَّةَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ اللَّهُ يَجْمَعُ بَيْنَنَا وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ (١٥)

Artinya :  " Allahlah Tuhan kami dan Tuhan kamu, bagi kami amal-amal kami, dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu . Allah mengumpulkan antara kita, dan kepada Allahlah kita kembali " (QS. Asyura: 15)
Ayat di atas mengajarkan kepada kita bahwa dalam kehidupan di dunia ini, sikap tasamuh atau toleran terhadap sesama merupakan suatu keharusan. Sebab tanpa adanya sikap tasamuh tersebut, niscaya suatu masyarakat akan dilanda malapetaka permusuhan dan perpecahan. Karena itu, Allah SWT menghendaki hamba-Nya senantiasa bersikap tasamuh kepada siapapun, dan dari pihak dan golongan manapun, sehingga dapat menjalin pergaulan dengan rukun dan harmonis.
Terdapat beberapa penerapan Tasammuh, yaitu sesama muslim, dan antar sesama umat beragama. Tasammuh sesama muslim biasanya dihadapkan dengan masalah perbedaan pendapat dalam hukum Fiqh. Rasulullah SAW. :
Perbedaan pendapat dari ummatku adalah rahmat (Al Hadits)
Sedangkan tasammuh antar umat beragama didasarkan  pada ayat berikut ini :
وَلا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ كَذَلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلٰى رَبِّهِمْ مَرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya: "Dan janganlah kalian mencela orang-orang yang berdo'a kepada selain Allah, yang menyebabkan mereka mencela Allah dengan permusuhan dengan tanpa ilmu. Demikianlah Kami menghiasi untuk setiap umat amalan mereka, lalu Dia mengabarkan kepada apa yang mereka lakukan". (QS.Al-An'am:108)
Toleransi pernah ditunjukkan dalam sejarah Islam dengan adanya Piagam Madinah.  Piagam ini adalah satu contoh mengenai prinsip kemerdekaan beragama yang pernah dipraktekkan Nabi Muhamad SAW di Madinah. Di antara butir-butir yang menegaskan toleransi beragama adalah sikap saling menghormati di antara agama yang ada dan tidak saling menyakiti serta saling melindungi anggota yang terikat dalam Piagam Madinah.

       (Pendidikan Ahlussunah Wal Jamaah dan Ke-NU-an, SMA Khadijah Surabaya)


[1] Syiah, Khawarij, Murjiah, Qadariyah, Jabariyah, Mu`tazilah.

[2]  NU hanya sekedar  persaudaraan saja tanpa memperhatikan  prinsip kebangsaan dan kemanusiaan

UNGGULAN

6 LANGKAH UNTUK MEMBENTUK NILAI-NILAI ISLAM YANG CINTA DAMAI DI NUSANTARA

Bukanlah suatu problematika apabila umat islam menerapkan beberapa madzhab fiqh di Indonesia. Bukanlah masalah jika umat Islam menghadapi K...